Tantangan di Era Revolusi Industri 4.0 pada Perkebunan dan Industri Teh


Perkebunan dan industri Teh di Indonesia masih identik dengan produksi padat karya, tempatnya di daerah pelosok dan tertinggal, orangnya berpendidikan menengah ke bawah, ekonominya juga menengah ke bawah dan margin perusahaanya rendah sehingga untuk menjadi industri yang modern sangat sulit.

Perusahaan teh masih mengandalkan banyak orang (industri padat karya) dalam pengolahannya terutama teh ortodox. Mesin-mesin masih berjalan berdasarkan kontrol manusia. Mutu produksi yang dihasilnya masih bervariasi karena produksi yang baik dalam industri teh adalah produksi yang diinginkan oleh pelanggan bukan dari keseragaman produk. Kadang untuk memenuhi mutu tertinggi harus menunggu satu bulan untuk mendapatkan satu lot pengiriman.

Namun apapun permasalahannya industri 4.0 tidak bisa dibendung dan akan tetap berjalan, siapa yang bisa mengikuti dia yang akan tetap eksis dan akan terus berkembang.

1. Smart Agriculture

Kegiatan perkebunan terdiri atas panen dan perawatan kebun. Data masih dalam paper base, belum terkomputerisasi dengan baik sehingga data tidak bisa diolah untuk mengambil keputusan.

Kegiatan panen dan perawatan menerapkan blocking system yang sudah dirancang saat kebun berdiri. Luas satu blok maksimal 4 ha sehingga pekerjaan panen atau perawatan dalam satu minggu bisa tuntas.

Perancangan blocking system sudah diterapkan sejak kebun berdiri, namun dalam pelaksanaannya sering diabaikan, sehingga dalam menganalisa data terjadi ambiguistik atau redundant data. Hasil dari analisa data juga bersifat ambigu.

Dengan sistem terpadu di kebun bisa dilakukan dengan pelaksanaan penginputan data panen atau hasil pekerjaan perawatan melalui kerani atau mandor berdasarkan blok yang dikerjakannya. Sehingga pekerjaan hari ini hasil pekerjaannya bisa keluar hari ini juga.

2. Smart Industry

Industri teh adalah proses pengolahan dari teh basah menjadi teh kering. Proses pengolahannya yaitu penurunan kadar air dari 70% menjadi 4 s.d. 5% dengan bentuk dan ukuran sesuai perminataan pasar.

Proses pengeringan membutuhkan suhu tinggi sehingga dibutuhkan kontrol suhu yang baik. Selama ini kontrol suhu dilakukan hanya manual dan pendataannya hanya paper base. Sehingga untuk mendapatkan mutu baik dipakai data suhu sesaat sehingga analisa ini tidak bisa dipakai secara umum.

Dengan penerapan IoT di dalam pabrik maka semua data akan terkumpul dalam database yang baik, benar dan valid. Data yang terkumpul akan menjadi bigdata dan dengan analisa dan perhitungan mesin-mesin pengolahan bisa mengendalikan suhu pengolahan secara otomatis. Inilah yang dikatakan artificial inteligence.

Membangun sistem IoT ini sudah tidak terlalu mahal. Yang dibutuhkan sensor, komputer, networking, dashboard dan skill pemrograman.

Untuk sensor suhu bisa digunakan termocouple dan MAX6675 sebagai modulator. Untuk komputer bisa digunakan NodeMCU yang sudah memiliki chip esp8266 dan wireless sehingga untuk koneksi ke server lokal tidak memerlukan kabel, hanya membutuhkan hotspot. Untuk dashboard dapat digunakan thingsboard.io yang bisa diinstall di lokal server linux atau windows (built in docker). Database bisa menggunakan postgre sql.

Kendala perkebunan teh jauh dari akses backbone milik ISP sehingga untuk online sangat sulit. Namun untuk mengantisipasi ini cukup dibuay lokal server, intinya kita bisa membangun big data di perusahaan. Tidak mungkin 10 tahun atau 20 tahun lagi teknologi ISP sudah sampai pelosok daerah dan perusahaan teh bisa memiliki IP Publik. Namun jika belum memiliki IP Publik, program bisa diinstal di Hosting Terbaik Niagahoster

Leave a comment